-->
Advertise
Advertise

Filsafat dan Politik

Advertise
Filsafat dan politik (Louis Althusser : Jawaban untuk John Lewis)

Membicarakan filsafat hari ini menjadi sebuah tren diantara kaum akademisi baik dalam level peneliti, dosen atau bahkan mahasisiwa. Filsafat menjadi kajian yang begitu “waah” dan hampir ada dalam setiap bidang penjurusan ilmu.

Yang kini menjadi soal adalah bagaimanakah filsafat ini disajikan. Dan kebanyakan para intelektual menyajikan filsafat sebagai sebuah “roh suci” yang tidak ternoda oleh nokta-nokta kepentingan yang terlingkupi dalam ranah teori. Dan para filsuf mengidentifikasi dirinya sebagai penyampai “kebenaran-kebenaran” yang absolute karena mereka “filsuf” dimana mereka mengangap dirinya sebagai manusia yang bebas nilai tanpa mengikat dirinya pada ketentuan sejarah perjuangan kelas.

Mengutip Dietzegen yang pernah dilansir oleh Lenin, para guru filsuf dalam masyrakat borjuis itu merupakan “penjilat-penjilat sekolahan” ketika mereka bicara tentang filsafat,Titik. Hanya bicara filsafat saja. Dan tidak ada keberanian utuk secara kongkret bicara tentang politik. Ini yang digambarkan oleh Louis Althusser atas titik tolak pemikiran John Lewis dalam tulisannya The Althusser Case.

Berbicara legalitas keabsahan teori-teori, Lenin mengungkapkan harus mengalami “uji praktek” yang berhubungan dengan proses dalam rentang waktu selama 12 atau 7 tahun. Dan john Lewis tidak memperhatikan ini dalam mengkaji tulisannya dia melupakan peristiwa penting yang terjadi dalam hidup rakyat pekerja” perlawanan rakyat Vietnam yang heroik dan menang melawan imprealisme yang berkuasa, revolusi budaya yang dialami oleh kaum proletar cina (1966-69)Mogok terbesar dalam sejarah Prancis (10 juta pekerja mogok selama sebulan) pada bulan mei 1968. Dimana pemogokan itu didahului dan ditemani oleh revolusi idologi di kalangan diantara pelajar dan intektual borjuis rendahan Prancis.

Berbicara tentang filsafat tak lain adalah membicarakan politik dalam ranah teori. Karena filsafat dalam hal akhir merupakan bentuk perjuangan kelas. dalam ranah teori, Louis althusser mengutip Lenin dalam What is to be Done yang diambilnya dari Engel dalam The Peasent war yang ditulis pada 1874, Bahwa terdapat tiga bentuk perjuagan kelas. Perjuangan kelas bukan hanya sebuah bentuk ekonomi dan politik, tapi juga bentuk teoritisnya. Perjuangan Kelas dalam ketiga kriteria ini merupakan kesatuan yang sangat identik dan harus eksis secara bersamaan, ketika perjuangan mengarah pada rana teoritis, maka perjuangan kelas ini pekat dengan yang disebut sebagai ideology.

Perjuangan dalam ranah teoritis terkadang selalu dianggap hanya perjuangan yang sia-sia, karena tak lain hanya berupa kata-kata belaka. Patut ditekankan bahwa kata-kata merupakan salah satu senjata propagandis rakyat pekerja dalam pertikaian teoritis. Dan karenanya merupakan bagian dari perjuangan secara keseluruhan. Ketika bentuk perjuangan kelas yang paling tinggi adalah perjuangan kelas dalam ranah politik maka kata-kata merupakan senjata yang digunakan dalam perjuangan politik.

Mengutip Lenin, Louis Althusser menegaskan Politik adalah ekonomi dalam bentuk pekat’ maka dapat dikatakan Filsafat dalam hal akhir adalah intisari politis yang teoritis . sehingga yang terjadi filsafat dalam hal akhir tidak hanya memiliki konsekuensi politis dalam teori. Tetapi juga konsekuensi politis dan politik dalam ranah perjuangan kelas politik.

Louis Altusser mengikuti tokoh Marxian pendahulunya Baik Engel maupun lenin dan bahkan Gramci dan Mao; Kelas pekerja membutuhkan filsafat (materialism dialektik) untuk perjuangan kelasnya, selain sains sejarah(materialisme historis.
Dan untuk memahami secara mendetail perdebatan diatas maka disini harus dijelaskan pertentangan tesis yang ditulis Louis Aithusser antara dirinya dengan John lewis dan dalam pengungkapan tesisnya Louis Althusser menegaskan dirinya mengambil lajur Marxisme-Leninis.

Tesis No.1
John Lewis: Manusia yang membuat sejarah.
Louis Althusser (Marxisme-Leninisme) : Massa-lah yang membuat sejarah.


Bagi Louis Althusser konsep manusia sebagai pembuat sejarah merupakan sebuah ketentuan yang berdasar atas hukum borjuis. Pengikraran manusia sebagai pembuat sejarah yang dilakukan oleh borjuis humanis (humanis dalam hal ini bukan bentuk etika kemanusian tapi pemaknaan antro-sentrisme. manusia adalah mahluk satu-satunya pembuat sejarah) tidak bisa dilepaskan dari perjuangan kaum borjuis revolusioner melawan tesis religious kaum feodal yang dominan: Tuhanlah pembuat sejarah. Dan ketentuan samapai saat ini pemikiran borjuis idealis (kaum idealis melihat konteks perubahan itu berdasar pada ketentuan yang sifatnya absolute) sepanjang sejarah.

Massa sebagai pembuat sejarah ini didefinisikan oleh Althusser bukan dalam pengertian aristokrat ‘integensia’ tapi massa disini adalah kaum proletar; merupakan sekumpulan kelas ,strata dan kategori-kategori tertindas yang dikelompokan menjadi kelas yang ditindas dan diekploitasi tenaganya dalam skala produksi yang lebis besar, dimana kelas tersebut dapat menyatukan dirinya dan melakukan aksi melawan negara borjuis.

Tesis No.2
John Lewis: Manusia Membuat sejarah dengan “mentrasedensi”
Louis Althusser (Marxisme-Leninis): Perjuangan kelas adalah motor sejarah.


Saat sejarah dibuat oleh manusia maka manusialah mengubah sejarah yang telah dibuatnya dengan menelusurinya dan menegasikan yang ada, dan oleh karena itu sejarah adalah menegasikan negasi (mentransendensi) dari bentuk sejarah sebelumnya.

Louis althuuser melihat John Lewis Bertahan pada trasendensi karena bahan mentah sejarah adalah sejarah sebelumnya, yang menjadi polemik dalam hal ini bagi althuser dalam tesis “Manusia membuat sejarah” adalah kata “membuat” dimana jika dipersandingkan dengan bahan mentah tadi. Bagaimana manusia itu membuat sejarah dan ketentuan seperti apa manusia itu membuat sejarah, mari kita analogikan dengan tukang pembuat meja dari kayu, Tukang kayu saat membuat meja dengan bahan mentah kayu berarti dia mngkontruksikan bahan mentah kayu menjadi meja dan bukan tukang kayu membuat meja menegasikan kayu (membuat kayu) sebagai bahan mentah membuat kursi. Dengan melihat contoh diatas jadi John Lewis disini mengartikan manusia memiliki kemutlakan untuk bebas dalam keterkaitan pembutan sejarah. Dimana kekuatan-kekuatan manusia mampu berkembang tanpa keterbatasan didalamnya. Manusia identik dengan Tuhan dalam pandangan masyarakat umum yang mempunyai kekuatan tanpa batas.

Dalam perkembangan filsafat trasendensi ini awalnya dikembngkan oleh filsuf idealis-religius kelompok plato dan para filsuf Platonik. Mereka mempunyai kebutuhan penting untuk berbicara filsafat “trasendensi” agar mampu membangun teologi filosofis religious, dan filsafat ini adalah filsafat resmi negara perbudakan.selanjutnya Abad pertengahan ahli teologi Agustian dan Thomas membahas filsafat yang sama dan menggunakannya untuk pengukuhan system yang melayani kepentingan gereja dan negara feodal (pada waktu itu gereja adalah aparatus negara dan juga aparatus ideology negara nomer satu di negara feodal) dan sesudahnya sampai saat ini, setelah kebangkitan kaum borjuasi. Gagasan tradensi dalam filsafat Hegelian, menerima fungsi yang baru dengan katagori yang sama. Dan dikemas dalam selubung ‘negasi atas negasi’ dan itu hanya digunakan untuk kepentingan negara borjuasi serta sebagai bentuk nama filsafat kemerdekaan borjuasi.

Dengan mengutip Tesis Communist manifesto Louis althusser menyimpulkan ‘perjungan kelas adalah motor sejarah’ dimana ‘massa yang membuat sejarah, namun perjuangan kelaslah yang menjadi motor sejarah’ sehingga yang menjadi ketentuan peletakan barisan paling depan bukanlah ketentuan kelas tertindas tapi perjuangan kelas, karena ini yang membedakan garis demarkasi yang tegas dan radikal antara kaum revolusioner denagn kaum reformis.

Bagi kaum reformis (bahkan bagi mereka yang menamakan marxis). Kelas-kelas ini ada sebelum sebelum perjuangan kelas dalam ketentuan yang terpisah, misalkan seprti pertandingan sepak bola. Sebelum memasuki arena lapangan pertandingan kedua kubu club sepak bola bukan merupakn musuh antara satu dengan yang lainnya. Setiap kubu memiliki kriteria khusus . Mereka akan mengindentifikasi menjadi kubu yang berlawanan saat peluit wasit pertama memulai pertandingan. Dan inilah yang disebut sebagai konflik perjuangan kelas. Dan akhirnya kelas tertindas mengalahkan musuhnya (revolusi) dan jika kelas tertindas terkalahkan (kontra revolusi). Dan dengan ini penempatan dan perjungan kelas ditempatkan di bagian belakang sebelum keberdaan kelas.

Dan disisi lain kaum revolusioner menegaskan bahwa perjuangan kelas bukanlah sebuah produk eksistensi kelas yang ada sebelum (dalam hukum dan realita) perjuangan: perjuangan kelas adalah bentuk historis dari kontradiksi (internal pada sebuah mode produksi) yang membagi kelas dalam berbagi kelas. Maka tidak mungkin memisahkan kelas dari perjuangan kelas. Perjuangan kelas dan eksistensi kelas adalah satu dan identik. Demi menjaga keberadaan kelas didalam "masyarakat" sebagai upaya ekploitasi satu kelas terhadap kelas lainnya, maka pembagian kelas itu harus terbentuk dan itu tidak datang belakangan namun bagian dari perjuangan kelas sebagai syarat ekploitatis kelas dominan. Maka harus dimulai dengan perjuangan kelas untuk memahami pembagian kelas.

Namun tetap berhati-hati dalam melihat perjuangan kelas jangan terjebak pada kepentingan kelas borjuasi dengan filsafat idealismenya. Dimana perjuangan kelas tidak hadir begitu saja dari pertentangan ide maupun lahir dari kolong langit. Bahwa perjuangan kelas itu berakar dari mode produksi dan bentuk ekploitasi di dalam masyrakat yang ada. Dengan harus mempertahankan basis material perjuangan kelas dalam hal akhir, yaitu merupakan sebuah unitas berbagai relasi produksi dan tenaga produksi di bawah sejumlah relasi produksi dari mode produksi yang ada dalam suatu bentukan historis yang kongkrit.

Saat kita membahas perjuangan kelas sebagai motor sejarah dalam karakter mode produksi maka pertanyaannya "manusia membuat sejarah akan hilang" dan dengannya menghilang pula "keperluan" terhadap konsep "trasendensi" dan subjeknya; manusia, dalam hal ini bukan berarti kajian marxisme-Leninisme menurut Althusser, tidak memperhatikan eksitensi-real manusia, justru sebaliknya! Revolusi yang diusung dalam kajian marxisme-leninisme melihat manusia sebagaimana adanya. Dan demi membebaskan manusia dari ekploitasi kelas serta melucuti ideology "manusia"nya borjuis.

Tesis No.3
John Lewis: "manusia hanya mengetahui apa yang diperbuatnya sendiri"
Louis Althusser(Marxisme – Leninis): "Sesuatu hanya mengetahui apa yang ada"


Dalam hal ini John Lewis beragumen pada sisi terciptanya sebuah sains, bahwa ilmuwan hanya akan mengetahui apa yang diperbuatnya sendiri karena dialah yang menyusun bukti baik melalui eksperimen maupun demostrasi (matematika. dalam hal ini menegaskan bahwa pada dasarnya semua eksitensi adalah materialis, dan semua eksitensi adalah objektif yaitu sesuai dengan subjektivitas yang mengetahuinya. Dan bersifat independent dari subjektivitas itu.

Sementara tesis "sesuatu hanya mengetahui apa yang ada" kata Louis althuser walaupun tesis ini begitu rentan terhadap salah tafsir namun tesis ini merupakan tesis yang fundamental Marx tentang pengetahuan dimana relitas (wujud) diatas pemikiran dimana Marxisme-Leninis selalu menyampingkan (subordinat) pelbagai tesis dialektik pada tesis materialis. Misalkan dalam tesis terkenal "tentang keunggulan praktek diatas teori"; tesis ini tidak akan ada artinya jika tidak disubordinatkan pada tesis keunggulan mahluk melebihi pikirnnya, dan tesis ini akan terjatuh pada subjektivisme dan pragmatism. Dimana realita subjektif ditentukan sebagai pembenar atas realitas material. Keterikatan penguasaan kebenaran yang tidak tercangkup pada alam material menjadi sebuah dogma yang dijejalkan oleh borjuis, dimana massa dipisahkan dari keterkaitan sejarah, mereka disesaki ideology kelas-kelas berkuasa yang naik daun untuk melayani kepentingan ekploitasi kelas berkuasa.

NB : Tulisan ini di buat berlandaskan artikel Louis Althusser yang berjudul "Jawaban Untuk John Lewis" yang terangkum dalam jurnal Marxism Today bulan Oktober dan November 1972 atas sanggahan artikel yang dimuat di media yang sama ditulis oleh John Lewis pada edisi januari – febuari 1972 (John lewis merupakan Pemikir Marxian Inggris yang dikenal dengan keterlibatannya dalam sejumlah persoalan ideology) dengan judul "The Althusser case"

" Filsafat adalah perjuangan Politik dalam ranah teori" maka kperpihakan ber-filsafat harus Jelas"

Dihrapkan kritik dan saranya
keilmuan tidak boleh BERWATAK STATIS

Sumber : Bung Ophet

Baca Juga
Halaman:
Advertise

Post a Comment

Abdul Hamid Info sangat menghargai pendapat Anda. Bijaksana dan etis lah dalam menyampaikan opini. Pendapat sepenuhnya tanggung jawab Anda sesuai UU ITE.
Post a Comment
tes4 tes4 tes4 tes4
tes5 tes5 tes5 tes5 tes5
Advertise
CLOSE