Abdul Hamid Info - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker). Para buruh menilai justru RUU ini memberikan ketidakpastian kerja, jaminan sosial, dan pendapatan.
Presiden KSPI Said Iqbal menilai di dalam RUU Cipta Kerja ini, tak ada kepastian kerja, kepastian jaminan sosial, kepastian pendapatan.
Said menilai setidaknya ada sembilan poin yang ditolak dan dinilai membebani para pekerja. Poin pertama menurut Said adalah terkait upah minimum. Malahan, dalam RUU ini upah minimum untuk buruh jumlahnya menjadi semakin kecil.
Permasalahannya, upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah sektoral kabupaten/kota (UMSK) yang dihapuskan. Sementara itu, untuk upah minimum ditetapkan lewat upah minimum provinsi (UMP) yang tercantum dalam pasal 88 C yang berbunyi gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman.
"Dalam RUU Cipta kerja UMK dan UMSK yang telah berlaku hingga saat ini dihapus. Berarti upah minimum hilang. Kalau dipaksakan UMP Jawa Barat Rp1,8 juta, UMK Kabupaten Bekasi Rp4,4 juta, masa turun upah mereka," ungkap Said.
Lantas, Said menolak aturan tentang pesangon pada RUU Ciptaker. Permasalahannya, perusahaan harus membayar besaran pesangon maksimalnya hanya 17 kali gaji, padahal harusnya bisa hingga 34 kali gaji kalau ada pekerja yang terkena PHK karena kesalahan perusahaan.
Berikutnya, Said menolak aturan yang menyebutkan bahwa hak perusahaan untuk menggunakan pegawai outsource dengan kuota tidak terbatas. Dalam aturan baru tersebut perusahaan dibebaskan untuk menambah karyawan outsource di berbagai bidang bahkan bekerja sebagai profesi inti dan strategis dalam sebuah perusahaan.
"Pengunaan outsource yang bebas untuk semua jenis kerja dan waktu yang tak terbatas. Ini kenapa malah dibenarkan, berarti karyawan outsource bisa kerja di profesi yang corenya. Ini ko bisa seperti ini," sebut Said.
Kemudian Said pun menolak aturan mengenai upah sesuai jam kerja. karena hal ini bisa memicu penetapan waktu kerja yang eksploitatif dan berlebihan oleh perusahaan.
Berikutnya, Said juga menolak adanya potensi penggunaan tenaga kerja asing (TKA) unskilled workers atau buruh kasar. Said menilai RUU Ciptaker, TKA bisa masuk ke Indonesia tanpa izin tertulis Menteri Ketenagakerjaan.
"Jadi tak perlu izin tertulis Menteri. Pakai izin menteri saja masuk TKA China di proyek Meikarta malah ketahuan tuh gara-gara Corona. Kalau itu dihapus, maka makin aja mudah TKA buruh kasar masuk," kata Said.
Kemudian, Said juga menolak ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena dinilai makin dimudahkan dalam RUU Ciptaker. Kemudian hal yang juga ditolak adalah minimnya jaminan sosial bagi pekerja buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.
Lalu, ada juga aturan tentang penggunaan karyawan kontrak yang tak terbatas ditolak Said. Terakhir, Said juga tolak RUU Ciptaker menghilangkan pasal tentang sanksi pidana untuk pengusaha yang terlambat membayar upah maupun pesangon.
Sumber:
Advertise
Halaman: