Advertise
- Menyembelih hewan merupakan ibadah yang sangat disunahkan pada Hari Raya Idul Adha maupun Hari Tasyrik. Daging hewan yang disembelih kemudian dibagikan untuk membantu orang-orang terutama yang kurang mampu. Lalu, bagaimana jika daging kurban dijual?
Wakil Ketua Majelis Dakwah dan Pendidikan Islam (Madani) Ustadz Ainul Yaqin menuturkan, menjual daging hewan kurban hukumnya adalah haram. Sebab ibadah tersebut merupakan salah satu bentuk keikhlasan seorang muslim.
“Islam melarang menjual daging kurban. Larangan menjual daging kurban ini berlaku untuk orang yang sedang berkurban, atau orang yang diwakilkan untuk mengurus kurban (penyelenggara kurban),” ujarnya.
Sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat hadist, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلا أُضْحِيَّةَ لَهُ
Artinya: “Siapa yang menjual kulit kurbannya maka tiada kurban baginya”. (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi).
Tak hanya mengharamkan jual beli daging kurban, pendapat ini juga mengharamkan memberikan daging kurban atau bagian kurban manapun, dengan tujuan sebagai ganti upah bagi yang menyembelih atau mengurus hewan kurban.
Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi ﷺ berkata:
“Nabi memerintahkanku untuk menyembelih unta hewan qurban miliknya, dan Nabi memerintahkan agar aku tidak memberi apapun kepada tukang potong sebagai upah pemotongan,” (HR. Bukhari).
Kemudian, menurut Mazhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah keempatnya sepakat melarang memperjual-belikan daging kurban, dengan Alasan yang sangat rasional.
“Jika kulit hewan kurban saja dilarang untuk dijualbelikan maka daging kurban tentu sama dilarang untuk dijualbelikan.”
Meski demikian, menjual daging kurban diperbolehkan bagi para fakir dan miskin yang telah menerima daging tersebut. Sebab kepemilikan mereka terhadap daging kurban tersebut adalah sempurna.
“Mereka para fakir dan miskin, orang yang kekurangan menerima sedekah kurban, menurut Syafiiyah dan Hanabilah boleh bagi mereka menjual daging kurban tersebut. Sebab kepemilikan mereka terhadap daging kurban tersebut adalah sempurna dan sesuai,” kata Ustadz Ainul.
Sebagaimana Ibnu Hajar Al Haitami mengatakan:
وللفقير التصرف فيه ببيع وغيره
Artinya: “Boleh bagi orang fakir melakukan tasharruf (tindakan) pada daging kurban, baik menjualnya atau tindakan lainnya”. (Tuhfatul Muhtaj jilid 9, hal. 423).
Oleh karena nya orang menerima sedekah hewan kurban (fakir miskin) atau orang yang dihadiahi daging kurban (para kerabat dan tetangga) boleh menjualnya, karena status mereka telah memiliki daging yang disedekahi dan barang yang telah dimiliki boleh dijual belikan.
“Namun lain halnya jika orang kaya yang menerima daging kurban, itu dianggap sebagai hadiah dari kurban, dan kepemilikan mereka tidak sempurna. Tidak boleh bagi mereka menjual daging tersebut, hanya boleh memanfaatkannya untuk dimakan (litho’am),”
Lebih lanjut, status daging kurban yang diberikan kepada fakir miskin adalah hak milik secara penuh, utuh artinya bagi fakir miskin boleh mengalokasikan daging kurban secara bebas, baik dimakan ataupun dijual.
“Sedangkan status daging kurban yang diberikan kepada orang kaya adalah ith’am (hidangan/dimakan) sehingga hanya boleh untuk dikonsumsi, disedekahkan dan tidak boleh dijual dagingnya.(Abu Bakar Syayha, Hasyiyah I’anah Ath-thalibin, Al Haramain, Vol.2, Hal 334)” pungkasnya.[moz]
والله أعلمُ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Halaman: