Ilustrasi
Abdul Hamid Info - Badan Program Pembangunan PBB atau United Nations Development Programs (UNDP) menyatakan banyak rumah tangga Indonesia yang tidak mendapat akses bahan bakar memasak yang layak.
Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan data tingkat kemiskinan multidimensi yang diukur melalui Multi-dimensional Poverty Index (MPI). UNDP memaparkan MPI Indonesia sebesar 7 persen per September 2019.
Tingkat kemiskinan multidimensi ini turun sebesar 0,2 persen dari periode yang sama tahun lalu yakni 7,2 persen. Technical Advisor Development Finance UNDP Muhammad Didi Hardiana mengatakan MPI diukur menggunakan tiga dimensi, yakni kesehatan, pendidikan, dan standar kehidupan.
Dari tiga dimensi tersebut, sambung dia, UNDP menurunkannya lagi ke dalam 10 indikator. Dari dimensi kesehatan, UNDP menggunakan indikator nutrisi dan tingkat kematian anak.
Lalu, dimensi pendidikan menggunakan indikator lama sekolah dan tingkat kehadiran di sekolah. Terakhir, dimensi standar kehidupan menggunakan indikator bahan bakar untuk memasak pada tingkat rumah tangga, sanitasi, air minum, kelistrikan, perumahan, dan aset rumah tangga.
Khusus di Indonesia hanya menggunakan sembilan indikator pasalnya Indonesia belum memiliki basis data terkait nutrisi. Dari indikator-indikator tersebut, indikator bahan bakar untuk memasak pada tingkat rumah tangga memiliki skor paling tinggi sebesar 5,8 persen.
Itu berarti, masih banyak rumah tangga Indonesia yang tidak dapat akses bahan bakar memasak yang layak. Lebih lanjut, indikator sanitasi sebesar 5,2 persen, air minum 4,5 persen, aset rumah tangga 3,6 persen, perumahan 3 persen, lama sekolah 3 persen, tingkat kematian anak 2,2 persen, nutrisi 2,2 persen, dan kelistrikan 1,8 persen.
"Indikator paling besar adalah tidak mendapat akses cooking fuel (bahan bakar memasak). Jadi banyak masyarakat Indonesia masih menggunakan arang, semak belukar, kayu, dan lain-lain untuk memasak," katanya, Senin (14/10).
Dalam kesempatan yang sama, Staff Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati menuturkan MPI dapat dijadikan indeks pelengkap dari indeks tingkat kemiskinan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS).
Sebagai informasi, jika MPI menggunakan indikator multidimensi, maka indeks kemisikinan BPS memanfaatkan data pendapatan sebagai indikator utama. "Dengan adanya metodologi lain melengkapi cara kami untuk mengetahui di mana penyakitnya. Sektornya apa, kaitannya dengan SGDs goal ke berapa. Nah, MPI ini bisa membantu," tuturnya.
Ia mengatakan Bappenas akan duduk bersama dengan pemangku kepentingan terkait lain guna menelaah kembali MPI lantaran data yang disajikan mencakup berbagai sektor. Secara umum, ia mengatakan MPI bisa dijadikan basis untuk membuat kebijakan. Indeks MPI ini disusun bersama dengan Oxford University dan dikenalkan pada 2010. Laporan MPI mencakup 100 negara berkembang termasuk Indonesia.[cnn]
Advertise
Halaman: